Kamis, 17 Maret 2011

Say YES to GAMBARU !


Terus terang aja, satu kata yg bener2 bikin muak jiwa raga setelahtiba
di Jepang dua tahun lalu adalah : GAMBARU alias berjuangmati-matian
sampai titik darah penghabisan. Muak abis, sumpah, karena tiap kali
bimbingan sama prof, kata-kata penutup selalu: motto gambattekudasai
(ayo berjuang lebih lagi), taihen dakedo, isshonigambarimashoo (saya
tau ini sulit, tapi ayo berjuang bersama-sama), motto motto kenkyuu
shitekudasai (ayo bikin penelitian lebih dan lebih lagi). Sampai gw
rasanya pingin ngomong, apa ngga ada kosa kata lain selain GAMBARU?
apaan kek gitu, yg penting bukan gambaru.
Gambaru itu bukan hanya sekadar berjuang2 cemen gitu2 aja yang kalo
males atau ada banyak rintangan, ya udahlah ya...berhenti aja. Menurut
kamus bahasa jepang sih, gambaru itu artinya: "doko made mo
nintaishite doryoku suru" (bertahan sampai kemana pun juga dan
berusaha abis-abisan).

Gambaru itu sendiri, terdiri dari dua karakter yaitu karakter "keras"
dan "mengencangkan". Jadi image yg bisa didapat dari paduan karakter
ini adalah "mau sesusah apapun itu persoalan yang dihadapi, kita mesti
keras dan terus mengencangkan diri sendiri, agar kita bisa menang atas
persoalan itu" (maksudnya jangan manja, tapi anggap semua persoalan
itu adalah sebuah kewajaran dalam hidup, namanya hidup emang pada
dasarnya susah, jadi jangan ngarep gampang, persoalan hidup hanya bisa
dihadapi dengan gambaru, titik.).



Terus terang aja, dua tahun gw di jepang, dua tahun juga gw ngga
ngerti, kenapa orang2 jepang ini menjadikan gambaru sebagai falsafah
hidupnya. Bahkan anak umur 3 tahun kayak Joanna pun udah disuruh
gambaru disekolahnya, kayak pake baju di musim dingin mesti yang
tipis2 biar ga manja terhadap cuaca dingin, di dalam sekolah ga boleh
pakai kaos kaki karena kalo telapak kaki langsung kena lantai itu baik
untuk kesehatan, sakit2 dikit cuma ingus meler2 atau demam 37 derajat
mah ga usah bolos sekolah, tetap dihimbau masuk dari pagi sampai sore,
dengan alasan, anak akan kuat menghadapi penyakit jika ia relawan
penyakitnya itu sendiri. Akibatnya, kalo naik sepeda di tanjakan
sambil bonceng Joanna, dan gw ngos2an kecapean, otomatis Joanna
ngomong: Mama, gambare! mama faitoooo! (mama ayo berjuang, mama ayo
fight!).

Pokoknya jangan manja sama masalah deh, gambaru sampe titik darah
penghabisan it's a must!

Gw bener2 baru mulai sedikit mengerti mengapa gambaru ini penting
banget dalam hidup, adalah setelah terjadi tsunami dan gempa bumi
dengan kekuatan 9.0 di jepang bagian timur. Gw tau, bencana alam di
indonesia seperti tsunami di aceh, nias dan sekitarnya, gempa bumi di
padang, letusan gunung merapi.... juga bukanlah hal yang gampang untuk
dihadapi.
Tapi, tsunami dan gempa bumi di jepang kali ini, jauuuuuh lebih parah
dari semuanya itu. Bahkan, ini adalah gempa bumi dan tsunami terparah
dan terbesar di dunia. Wajaaaaaaar banget kalo kemudian pemerintah dan
masyarakat jepang panik kebingungan karena bencana ini. Wajaaaaar
banget kalo mereka kemudian mulai ngerasa galau, nangis2, ga tau mesti
ngapain.
Bahkan untuk skala bencana sebesar ini, rasanya bisa "dimaafkan" jika
stasiun-stasiun TV memasang sedikit musik latar ala lagu-lagu ebiet
dan membuat video klip tangisan anak negeri yang berisi wajah-wajah
korban bencana yang penuh kepiluan dan tatapan kosong tak punya
harapan.

Bagaimana tidak, tsunami dan gempa bumi ini benar-benar menyapu habis
seluruh kehidupan yang mereka miliki. Sangat wajar jika kemudian
mereka tidak punya harapan. Tapi apa yang terjadi pasca bencana
mengerikan ini? Dari hari pertama bencana, gw nyetel TV dan nungguin
lagu-lagu ala ebiet diputar distasiun TV. Nyari-nyari juga di mana
rekening dompet bencana alam. Videoklip tangisan anak negeri juga gw
tunggu2in. Tiga unsur itu (lagu ala ebiet, rekening dompet bencana,
video klip tangisan anak negeri), sama sekali ngga disiarkan di TV.
Jadi yang ada apaan dong? Ini yang gw lihat di stasiun2 TV :

1. Peringatan pemerintah agar setiap warga tetap waspada

2. Himbauan pemerintah agar seluruh warga jepang bahu membahu
menghadapi bencana (termasuk permintaan untuk menghemat listrik agar
warga di wilayah tokyo dan tohoku ngga lama-lama terkena mati lampu)

3. Permintaan maaf dari pemerintah karena terpaksa harus
melakukanpemadaman listrik terencana

4. Tips-tips menghadapi bencana alam

5. nomor telepon call centre bencana alam yang bisa dihubungi 24 jam

6. Pengiriman tim SAR dari setiap perfektur menuju daerah-daerah yang
terkena bencana

7. Potret warga dan pemerintah yang bahu membahu menyelamatkan warga
yang terkena bencana (sumpah sigap banget, nyawa di jepang benar-benar
bernilai banget harganya)

8. Pengobaran semangat dari pemerintah yang dibawakan dengan gaya
tenang dan tidak emosional: mari berjuang sama-sama menghadapi
bencana, mari kita hadapi (government official pake kata norikoeru,
yang kalo diterjemahkan secara harafiah: menaiki dan melewati) dengan
sepenuh hati

9. Potret para warga yang terkena bencana, yang saling menyemangati:
*ada yang nyari istrinya, belum ketemu2, mukanya udah galau banget,
tapi tetap tenang dan ga emosional, disemangati nenek2 yang ada
ditempat pengungsian: gambatte sagasoo! kitto mitsukaru kara.
Akiramenaide (ayo kita berjuang cari istri kamu. Pasti ketemu. Jangan
menyerah)

*Tulisan di twitter: ini gempa terbesar sepanjang sejarah. Karena itu,
kita mesti memberikan usaha dan cinta terbesar untuk dapat melewati
bencana ini; Gelap sekali di Sendai, lalu ada satu titik bintang
terlihat terang. Itu bintang yang sangat indah. Warga Sendai,
lihatlahke atas.

Sebagai orang Indonesia yang tidak pernah melihat cara
penanganan bencana ala gambaru kayak gini, gw bener-bener merasa malu
dan di saat yg bersamaan: kagum dan hormat banget sama warga dan
pemerintah Jepang. Ini negeri yang luar biasa, negeri yang sumber daya
alamnya terbatas banget, negeri yang alamnya keras, tapi bisa maju
luar biasa dan punya mental sekuat baja, karena: falsafah gambaru-nya
itu. Bisa dibilang, orang-orang jepang ini ga punya apa-apa selain
GAMBARU. Dan, gambaru udah lebih dari cukup untuk menghadapi segala
persoalan dalamhidup.

Bener banget, kita mesti berdoa, kita mesti pasrah sama Tuhan. Hanya,
mental yang apa-apa "nyalahin" Tuhan, bilang2 ini semua kehendakNya,
Tuhan marah pada umatNya, Tuhan marah melalui alam maka tanyalah pada
rumput yang bergoyang.....

I guarantee you 100 percent, selama masih mental ini yang berdiam di
dalam diri kita, sampai kiamat sekalipun, gw rasa bangsa kita ga akan
bisa maju. kalau ditilik lebih jauh, "menyalahkan" Tuhan atas semua
bencana dan persoalan hidup, sebenarnya adalah kata lain dari ga
berani bertanggungjawab terhadap hidup yang dianugerahkan Sang Pemilik
Hidup. Jika diperjelas lagi, ngga berani bertanggungjawab itu
maksudnya: lari dari masalah, ngga mau ngadepin masalah, main
salah2an, ngga mau berjuang dan baru ketemu sedikit rintangan aja udah
nangis manja.

Kira-kira setahun yang lalu, ada sanak keluarga yang mempertanyakan,
untuk apa gw menuntut ilmu di Jepang. Ngapain ke Jepang, ga
adagunanya, kalo mau S2 atau S3 mah, ya di eropa atau amerika
sekalian, kalo di Jepang mah nanggung. Begitulah kata beliau.

Sempat terpikir juga akan perkataannya itu, iya ya, kalo mau go
international ya mestinya ke amrik atau eropa sekalian, bukannya
jepang ini. Toh sama-sama asia, negeri kecil pula dan kalo ga bisa
bahasa jepang, ngga akan bisa survive di sini. Sampai sempat nyesal
juga, kenapa gw ngedaleminnya sastra jepang dan bukan sastra inggris
atau sastra barat lainnya.Tapi sekarang, gw bisa bilang dengan yakin
sama sanak keluarga yang menyatakan ngga ada gunanya gw nuntut ilmu di
jepang. Pernyataan beliau adalah salah sepenuhnya. Mental gambaru itu
yang paling megang adalah jepang. Dan menjadikan mental gambaru
sebagai way of life adalah lebih berharga daripada go international
dan sejenisnya itu. Benar, sastra jepang, gender dan sejenisnya itu,
bisa dipelajari di mana saja. Tapi,semangat juang dan mental untuk
tetap berjuang abis-abisan biar udah ngga ada jalan, gw rasa, salah
satu tempat yang ideal untuk memahami semua itu adalah di jepang. Dan
gw bersyukur ada di sini, saat ini.

Maka, mulai hari ini, jika gw
mendengar kata gambaru, entah di kampus, di mall, di iklan-iklan TV,
di supermarket, di sekolahnya joanna atau dimana pun itu, gw tidak
akan lagi merasa muak jiwa raga. Sebaliknya, gw akan berucap dengan
rendah hati: Indonesia jin nowatashi ni gambaru no seishin to imi wo
oshietekudasatte, kokoro karakansha itashimasu. Nihon jin no minasan
no yoo ni, gambaru seishin wo mini tsukeraremasu yoo ni, hibi
gambatteikitai to omoimasu. (Saya ucapkan terima kasih dari dasar hati
saya karena telah mengajarkan arti dan mental gambaru bagi saya,
seorang Indonesia. Saya akan berjuang tiap hari, agar mental gambaru
merasuk dalam diri saya, seperti kalian semuanya, orang-orang Jepang).

Say YES to GAMBARU !

Oleh : Rouli Esther Pasaribu

0 comments:

Posting Komentar